Random Posts

banner image

Sabtu, 14 April 2018

Malam Bermata Darah

Sumber gambar: Vemale.com

Pernahkah anda menonton film dari negeri ginseng Korea Selatan, berjudul A Taxi Driver? Jika anda pernah mendengarnya dan belum pernah menontonya, ini adalah salah satu film sejarah politik terbaik yang bisa saya rekomendasikan. Berkisah tentang peristiwa Gwangju, film yang dibintangi Song Hang Ho dan Thomas Kretschmann ini sukses meraih penghargaan Film Blue Dragon untuk kategori film terbaik 2017. Secara garis besar, film ini bercerita tentang perjuangan warga Gwangju, Korea Selatan dalam menghadapi otoriter penguasa.

Peristiwa Gwangju adalah sebuah peristiwa besar yang turut menentukan sejarah pemerintahan Korea Selatan pada 1980, saat presiden yang berkuasa tewas terbunuh, Jenderal Chun Doo Hwan mengambil alih kursi kekuasaan yang mengakibatkan kekecewaaan rakyat Korea Selatan yang sesungguhnya menginginkan transisi yang demokratis. Gwangju adalah salah satu provinsi yang rakyatnya melakukan aksi besar-besaran untuk menolak presiden yang berasal dari kalangan militer tersebut. Lantas, apa hubungannya dengan judul di atas?

Saya sengaja memilih judul Malam Bermata Darah, sebagai judul resensi novel terbaru Han Kang berjudul Mata Malam. Pernah mendengar tentang Han Kang, bukan? Iya, oennie yang satu ini memang menggeser Eka Kurniawan, Orhan Pamuk dan beberapa penulis dunia lainnya dalam memenangkan penghargaan bergengsi Man Booker International Prize (mengenai penghargaan ini silahkan cari tahu sendiri ya guys hehe) melalui novelnya yang berjudul Vegetarian.

Lahir dan besar di Gwangju, tentu saja disertai riset yang tidak main-main, melahirkan Mata Malam yang menurut saya lebih baik dari Vegetarian-nya. Mata Malam menceritakan peristiwa Gwangju dari banyak kacamata, sedang  A Taxi Driver menceritakan kisah tersebut dari kacamata seorang supir taxi dan seorang wartawan asing. Nah, sampai di sini sudah bisa paham hubungan film dan novelnya bukan?

Bermula dari kisah seorang anak lelaki SMP mencari jenazah kawannya, yang ditembak mati di depan matanya, kisah dalam novel ini berkelindan dengan berbagai kisah kelam karakter lainnya. Bayangkan saja, bagaimana anda menyaksikan tentara menghujani warga dengan peluru tanpa pandang bulu, ketika aksi mahasiwa dan warga menolak pemerintahan baru dari kalangan militer. Dari kacamata si anak SMP yang mencari jenazah kawannya, berubah dengan cepat jadi peristiwa Gwangju dari kacamata kawan yang tertembak, kita bisa membaca tentang bagaimana para tentara menumpuk jenazah berbeda usia dan kelamin menjadi sebuah menara lantas membakarnya setelah tubuh-tubuh membusuk dengan cepat karena luka tembakan.

Kebetulan saja, karena sebelum membaca Mata Malam saya lebih dahulu menonton A Taxi Driver dan membaca Laut Bercerita – Leila S. Chudori, maka efek horor dalam Mata Malam terasa seperti teror yang nyata di kehidupan saya. Jika Anda berminat membaca novel ini, saya menyarankan anda mencari tahu terlebih dahulu tentang peristiwa Gwangju. Pembunuhan warga Gwangju baik dalam Mata Malam maupun dalam A Taxi Driver, menyiratkan pesan bahwa siapapun yang menentang penguasa tidak akan diperlakukan seperti kawan. Pembunuhan, peluru dan darah adalah hal biasa yang akan anda temui, pada A Taxi Driver kota Gwangju di tutup untuk umum, tentara memblokade jalan ke dan dari Gwangju, listrik diputus dan seluruh siaran berita dimanipulasi agar militer internasional tidak mengetahui peristiwa ini dengan jelas. Namun, seorang wartawan asing berkebangsaaan Jerman berhasil masuk ke Gwangju dan merekam peristiwa tersebut, lalu membukanya pada mata dunia dengan beragam adegan haru biru.

Mata Malam menceritakan banyak sekali kisah pembunuhan tentara pada mahasiswa, pada siswa dan pada warga yang ketakutan setengah mati, namun tetap menjalankan aksi protes menuntut pemerintahan demokrasi. Hingga bertahun-tahun kemudian, trauma peristiwa Gwangju membuat tentara sangat selektif dalam mengijinkan penerbitan buku di Gwangju.  Sampai di sini, apakah anda familiar dengan kisah tersebut? Tidakkah menurut anda, kisah ini mirip dengan kisah di negeri kita?

Bagian yang paling saya senangi di buku ini adalah ketika penerbit menyelenggarakan teater sunyi peristiwa Gwangju dengan naskah penuh -yang hampir 100% dicoret tentara yang bekerja di lembaga sensor- tanpa mempedulikan penguasa militer. Saat pemain teater mengatakan dialog tanpa suara, penonton serta merta diserang rasa bingung namun lambat laun jadi paham, dan susana dalam teater jadi mencekam. Tangis tanpa suara, dialog sunyi, darah dari soda yang terlihat asli dan tentara yang menyamar jadi penonton menjadi perlawanan terhebat dalam kisah ini. Di tempat lain, trauma pemerkosaan membuat seorang wanita menutup diri sepenuhnya dari kehidupan dunia.

Jika anda pernah mendengar peristiwa Tri Sakti, yaitu peristiwa terbunuhnya tiga mahasiwa dari Universitas Tri Sakti, yang sampai saat ini tidak seorangpun menyatakan bertanggung jawab atas peristiwa tersebut, anda juga akan paham karena di dalam Mata Malam Han Kang juga membeberkan dengan jelas kunjungan seremonial presiden berkuasa di Gwangju membuat para ibu menjadi histeris dan justru kembali mengobarkan semangat warga untuk melakukan aksi protes menuntut tanggung jawab pemerintah pada peristiwa pembunuhan besar-besaran yang merenggut nyawa anak-anak mereka.

Akhirnya, semoga tulisan tak jelas ini bisa jadi rekomendasi bacaan baru untuk kawan-kawan yang belum membaca Han Kang, Eka Kurniawan, Orhan Pamuk dan Leila S. Chudori serta belum menonton A Taxi Driver untuk segera menjadikan karya mereka dalam daftar bacaan dan tontonan baru.

by Ovi Hayatuddin

Akhir Pekan,
pada April 2018.

1 komentar:

  1. adu ayam pisau Online Terbesar & Terpercaya Indonesia !
    Taruhan Sabung Ayam S128 - SV388 - CFT2288 (KUNGFU)
    Bonus 10% Deposit Pertama / Cashback 5% - 10%
    Minimal Deposit IDR 50.000,- Raih Kemenangan Anda Sekarang Juga 100% Tanpa Bot
    Yuk Gabung Bersama Bolavita Di Website www.bolavita88.com
    Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
    WA: +628122222995

    BalasHapus