Catatan oleh Gunawan Tidore
Kita
tidak merasakan ke dua kaki menahan derasnya luapan air dari pegunungan yang
dengan kencang menembus pemukiman. Kita
pun tidak mendengar jerit ketakunan Warga Oba saat dilanda banjir. Kita pun
tidak lagi merasa rugi dengan berapa jumlah tanaman warga yang tumbang, berapa banyak prabot rumah warga yang hilang.
Warga pun mungkin dalam waktu yang bersamaan tidak memikirkan hal itu,
melainkan bagaimana cara keluar dari gempuran air yang melaju dari hutan. Dan
apa jadinya kalau gempuran air tidak terjadi pada jam 8 pagi.
Sabtu
siang, pekan lalu. Pihak Bandara
Samratulangi Manado terpaksa menunda jadwal penerbangan pesawat Garuda Air,
Sriwijaya Air, Batik Air dan Lion Air
rute Manado-Ternate, Maluku Utara. Sedianya Garuda Air rute Manado Ternate yang
saya tumpangi diberangkatkan jam 11.20 WIT, namun petugas mengumumkan penundaan
jam penerbangan tanpa memberi kepastian kapan diberangkatkan kembali sebab
cuaca tidak memungkinkan penerbangan. Cuaca di sekitar Manado nampak mendung.
Lalu wilayah mana yang menyebabkan ditundanya penerbangan ini. Tanya saya,
setelah mendengar pengumunguman dari petugas bandara, sembari penasaran, saya
membuka aplikasi AccuWeather untuk mengetahui wilayah cuaca yang diumumkan
tidak memungkinkan pesawat akan diterbangkan. Setelah dibuka tingkat cerahnya
cuaca di areal Bandara 24 derajat calcius dan di Ternate cuaca dengan curah
hujan 30 derajat calcius. Saya tidak membuka perkiraan cuaca di Tidore
Kepulauan.
Senin
pagi, harian Malut Post memberitakan
dampak dari cuaca yang sempat menunda penerbangan Garuda Air itu.
Di
Kecamatan Oba Tikep, luapan air dengan ketinggi melewati fondasi. Sedikitnya
ada 685 rumah warga di enam desa sekecamatan.
Dikabarkan pula, warga mengungsi di wilayah terdekat yang belum tergenang.
Atas
peristiwa itu, para pemangku kuasa di
Tidore mengadakan pertemuan guna memberi bantuan pada warga.
Saya
tidak tahu peristiwa itu pernah terjadi atau mungkin kembali terjadi. Namun
setidaknya peristiwa yang tidak menyenangkan warga itu dijadikan pengalaman.
Tapi apakah penting pengalaman itu bagi kita..?
Pengalaman
memiliki arti penting dan membutuhkan tindakan real. Bagi orang Papua yang menetap di pedalaman, pengalaman teramatlah
penting. Seperti yang diceritrakan oleh Jaded
Diamond dalam bukunya The World Until Yesterday bahwa ketika dirinya bersama
sekelompok orang Papua yang menjelajahi hutan di Papua untuk mencari tahu jenis
burung. Diamond terkejud ketika temannya itu tidak menghendaki dirinya tidur di
bawah pohon raksasa yang cabangnya mulai kekeringan.
Diamod
sendiri belum merasa dan melihat orang ditimpa batang pohon sehingga
mengeluarkan usus dan otak. Namun orang-orang Papua punya pengalaman itu, meski bukan di tempat di mana Diamond hendak
merebahkan diri.
Kewaspadaan
orang Papua pedalaman akan bahaya, menunjukkan bahwa mereka jarang mati akibat
tertimpah pohon maupun mati akibat dimangsa binatang buas. Tingkat kematian orang Papua pedalaman
cenderung banyak akibat peperangan antara suku.
Peristiwa
di Sabtu dan Minggu pekan lalu memang tidak merenggut nyawa warga Oba, namun
dalam gelisah dan cemas mereka membutuhkan perlindungan yang pasti bukan janji.
Dan faktor yang cukup berpihak pada warga karena gumpuran air terjadi sekitar
pukul 08.00 WIT. Kita tak tahu bagimana
jika terjadi tengah malam[].
0 komentar:
Posting Komentar