Malam ini, masih
tetap sama seperti malam-malam sebelumnya, membaca, menulis,dan
memikirkan orientasi yang saat ini kian absurd. Bahkan kadang aku justru
mengabaikan kewajiban sebagai seorang muslim (shalat dan
membaca Al-Qur’an) yang sama sekali tidak kukerjakan,
ditambah lagi tesis yang sudah hampir sebulan
aku tidak membacanya, bahkan menyentuh
saja tidak sama sekali.
Malam semakin
larut pada pukul 23.40 wib, lagi-lagi aku termangu di depan leptop sambil membaca
tesis,
berharap selalu ada
semangat. Sesekali aku mengelus dada sembari mengata-ngatai diri sendiri di tengah emosi yang membuncah, namun tetap dengan harap dan keyakinan. Tetapi ketika malam makin tenggelam dalam sunyi, justeru tidak ada sepatah katapun
yang tercetak di halaman tesis.
Seraya menahan emosi yang mulai menguasai, Aku mencoba mengalihkan perhatian pada dinding yang membisu, pada handphone, atau jam dinding dan buku-buku yang tersusun di rak maupun yang berhamburan di Lantai, pada apa saja yg terlihat.
Sebungkus rokok sudah habis namun kopi
masih tersisa, terus kuteguk kopi itu sambil memandang tiap halaman tesis. Upayaku memunculkan ide dalam
pikiranku namun sama sekali tidak menghasilkan satu paragraphpun. Akhirnya kopi berlebel yang kuteguk perlahan-lahan
menyisahkan
ampas.
Tesis yang tidak kunjung rampung mempengaruhi emosiku. Aku sesekali melampiaskan emosi pada teman, juga berlagak seperti anak-anak, dan
besorak ria
di malam hari. Mereka
menyebutku manusia tanpa kesadaran. Aku hanya membalas senyum dan
menyapa
mereka dengan senyum pula. Jika memungkinkan, Aku akan menceritakan pada mereka kisah-kisah pada jaman dahulu. Pikirku, itu
adalah bagian dari cara menghilangkan kecemasan.
Pukul 00.14 wib, kantukku mulai menari-nari dan mata ini tidak lagi
memancarkan cahaya bertanda seperti menerka-nerka dalam kegelapan. Tetapi aku tetap semangat. Ya, harus semangat dan terus
semangat. tidak ku sia-siakan ketika
semangat kembali di dada. Aku kembali membacanya dan akan terus membacanya.
Malam semakin hening. Banyak sampah berserakan
mulai dari bungkusan rokok, kopi, cokolatos, sisa-sisa nasi, dan masih
banyak lainnya menimbulkan aroma bau yang tidak sedap. Bau busuk sampah-sampah itu mempengaruhi hasrat berpikir dan apalagi di tambah suara keroncongan
dari perutku yang
mulai mintah jatah makan. Aku ditanya oleh
teman “apa kau mencium bau busuk ?”,
saat mendengarnya aku hanya terdiam dan mengabaikannya. Pikirku di dunia ini
masih banyak manusia-manusia yang suka mencemarkan lingkungan. Aku hanya terpaku menatap leptop.
Pikiranku ruwet karena tesis
ditambah pula sampah yang berserakan.
Dengan terpaksa
sampah yang sedari tadi minta perhatian harus diutamakan. Kupungut satu-persatu dan
memasukkannya kedalam kantong lalu membuangnya di tempat sampah. Seusai bersih-bersih,
aku kembali termangu memikirkan pernyataan orangtuaku yang sejak lama menanti
waktu wisuda. Itu
adalah waktu istemewa yang sudah ditunggu-tunggu. Aku tidak
dapat menahan tekanan ini, tetapi penuh keyakinan
cepat atau lambat aku dapat menyeleseikannya.
Aku akan selalu menganggap tesis adalah teman kencan. Pada malam-malam yang
dingin dan sepi aku selalu merayu. Ketika aku membaca seolah-olah aku diberi
semangat olehnya. Kulihat teks seperti bermetaformosis dan menghasilkan kalimat
berstruktur. Aku terkejut. Aku menghela nafas, kulihat teks-teks dalam tesisku
semakin beraturan. Aku terus bersorak sampai temanku mengeluarkan kata-kata
dengan penuh sinis “kamu ini sudah gila, ha.?”. Aku terdiam lagi. Sewaktu aku
sadar ternyata malam hanya memberiku kesadaran ilusi. Aku membalikkan
badan lalu melihat dinding-dinding di kamarku yang sudah rungkuh dan beluwek sembari bermain-main lagi dengan. Aku ingin memperbaiki, hanya saja aku tidak berkeinginan menyusahkan pikiran dengan menambah perkerjaan. Yang paling penting
adalah menyelesaikan tesis, itulah misiku. Puncak kecemaskanku mulai kelihatan
saat dia mengeluarkan cahaya, aku melihatnya sangat
jelas, jelas sekali tepat di depan
mataku.
Asbak yang sudah
dipenuhi puntung rokok kembali aku membuangnya pada tempat
sampah dengan penuh kekhawatiran akan tesisku
yang sudah sebulan tidak sama sekali aku selesaikan. Kecemasan apakah yang sudah memberiku hingga tidak
lagi bersahabat dengannya bahkan pada yang lain. Tidak terlalu jelas juga untuk
dicemaskan. Aku mencesmaskan ketidaktahuanku sendiri padahal aku benar-bernar
tidak tahu. Sampai sekarang aku
sendiri belum memahami isi dari pada tulisanku.
Seminggu lalu aku dikabari oleh dosen pembimbing bahwa semua teman-teman seangkatanku sudah
menyelesaikan tesis mereka. Pembimbingku kini menanti tesisku. Pikirku
tesis adalah kesunyian masing-masing. Sehingga bersyukurlah jika di waktu yang mencemaskan, mereka dapat menyelesaikannya
dengan tepat waktu.
Oleh: M. Wahib Sahie
Penulis adalah mahasiswa S2 psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Penulis adalah mahasiswa S2 psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar