Random Posts

banner image

Rabu, 23 Agustus 2017

Tesis Adalah Kesunyian Masing-Masing

Malam ini, masih tetap sama seperti malam-malam sebelumnya, membaca, menulis,dan memikirkan orientasi yang saat ini kian absurd. Bahkan kadang aku justru mengabaikan kewajiban sebagai seorang muslim (shalat dan membaca Al-Qur’an) yang sama sekali tidak kukerjakan, ditambah lagi tesis yang sudah hampir sebulan aku tidak membacanya, bahkan menyentuh saja tidak sama sekali.

Tesis itu berserakan.  Aku mulai memperdulikannya, memungutnya dan membaca tiap halaman. Sewaktu tenggelam dalam tiap bait kalimat, justeru bosan mulai datang dan mengusai tubuh. Cara melawan kebosanan dan kecemasan ini adalah membakar rokok dan mengisapnya dalam-dalam. Dengan begitu mungkin imajinasiku bisa kembali dan menari lagi dalam kepalaku.

Malam semakin larut pada pukul 23.40 wib, lagi-lagi aku termangu di depan leptop sambil membaca tesis, berharap selalu ada semangat. Sesekali aku mengelus dada sembari mengata-ngatai diri sendiri di tengah emosi yang membuncah, namun tetap dengan harap dan keyakinan.  Tetapi ketika malam makin tenggelam dalam sunyi, justeru tidak ada sepatah katapun yang tercetak di halaman tesis. Seraya menahan emosi yang mulai menguasai, Aku mencoba mengalihkan perhatian pada dinding yang membisu, pada handphone, atau jam dinding dan buku-buku yang tersusun di rak maupun yang berhamburan di Lantai, pada apa saja yg terlihat. 

Sebungkus rokok sudah habis namun kopi masih tersisa, terus kuteguk kopi itu sambil memandang tiap halaman tesis. Upayaku memunculkan ide dalam pikiranku namun sama sekali tidak menghasilkan satu paragraphpun. Akhirnya kopi berlebel yang kuteguk perlahan-lahan menyisahkan ampas.

Tesis yang tidak kunjung rampung mempengaruhi emosiku.  Aku sesekali melampiaskan emosi pada teman, juga berlagak seperti anak-anak, dan besorak ria di malam hari. Mereka menyebutku manusia tanpa kesadaran. Aku hanya membalas senyum dan menyapa mereka dengan senyum pula. Jika memungkinkan, Aku akan menceritakan pada mereka kisah-kisah pada jaman dahulu. Pikirku, itu adalah bagian dari cara menghilangkan kecemasan.

Pukul 00.14 wib, kantukku mulai menari-nari dan mata ini tidak lagi memancarkan cahaya bertanda seperti menerka-nerka dalam kegelapan. Tetapi aku tetap semangat. Ya, harus semangat dan terus semangat. tidak ku sia-siakan ketika semangat kembali di dada. Aku kembali membacanya dan akan terus membacanya.

Malam semakin hening. Banyak sampah berserakan mulai dari bungkusan rokok, kopi, cokolatos, sisa-sisa nasi, dan masih banyak lainnya menimbulkan aroma bau yang tidak sedap. Bau busuk sampah-sampah itu mempengaruhi hasrat berpikir dan apalagi di tambah suara keroncongan dari perutku yang mulai mintah jatah makan.  Aku ditanya oleh teman “apa kau mencium bau busuk ?”, saat mendengarnya aku hanya terdiam dan mengabaikannya. Pikirku di dunia ini masih banyak manusia-manusia yang suka mencemarkan lingkungan. Aku hanya terpaku menatap leptop. 

Pikiranku  ruwet karena tesis ditambah pula sampah yang berserakan. Dengan terpaksa sampah yang sedari tadi minta perhatian harus  diutamakan. Kupungut satu-persatu dan memasukkannya kedalam kantong lalu membuangnya di tempat sampah. Seusai bersih-bersih, aku kembali termangu memikirkan pernyataan orangtuaku yang sejak lama menanti waktu wisuda. Itu adalah waktu istemewa yang sudah ditunggu-tunggu. Aku tidak dapat menahan tekanan ini, tetapi penuh keyakinan cepat atau lambat aku dapat menyeleseikannya.

Aku akan selalu menganggap tesis adalah teman kencan. Pada malam-malam yang dingin dan sepi aku selalu merayu. Ketika aku membaca seolah-olah aku diberi semangat olehnya. Kulihat teks seperti bermetaformosis dan menghasilkan kalimat berstruktur. Aku terkejut. Aku menghela nafas, kulihat teks-teks dalam tesisku semakin beraturan. Aku terus bersorak sampai temanku mengeluarkan kata-kata dengan penuh sinis “kamu ini sudah gila, ha.?”. Aku terdiam lagi. Sewaktu aku sadar ternyata malam hanya memberiku kesadaran ilusi. Aku membalikkan badan lalu melihat dinding-dinding di kamarku yang sudah rungkuh dan beluwek sembari bermain-main lagi dengan. Aku ingin memperbaiki, hanya saja aku tidak berkeinginan menyusahkan pikiran dengan menambah perkerjaan. Yang paling penting adalah menyelesaikan tesis, itulah misiku. Puncak kecemaskanku mulai kelihatan saat dia mengeluarkan cahaya, aku melihatnya sangat jelas, jelas sekali tepat di depan mataku.

Asbak yang sudah dipenuhi puntung rokok kembali aku membuangnya pada tempat sampah dengan penuh kekhawatiran akan tesisku yang sudah sebulan tidak sama sekali aku selesaikan. Kecemasan apakah yang sudah memberiku hingga tidak lagi bersahabat dengannya bahkan pada yang lain. Tidak terlalu jelas juga untuk dicemaskan. Aku mencesmaskan ketidaktahuanku sendiri padahal aku benar-bernar tidak tahu. Sampai sekarang aku sendiri belum memahami isi dari pada tulisanku.

Seminggu lalu aku dikabari oleh dosen pembimbing bahwa semua teman-teman seangkatanku sudah menyelesaikan tesis mereka. Pembimbingku kini menanti tesisku. Pikirku tesis adalah kesunyian masing-masing. Sehingga bersyukurlah jika di waktu yang mencemaskan, mereka dapat menyelesaikannya dengan tepat waktu.

Oleh: M. Wahib Sahie
Penulis adalah mahasiswa S2 psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. 


0 komentar:

Posting Komentar