Ia
gadis perawan yang rambutnya dikencur. Ia Menari tide-tide, gerakan tangannya begitu dinamis. Halmahera namanya. Ia
perempuan. Ia subur dan ada “emas” yang ia kandung.
Sore
itu ombak searah arus, mereka berkawan menyertai Halimah dan bapaknya. Kadang, ayah
Halimah menggunakan jore-jore, memanfaatkan
arah angin untuk mempercepat laju perahu. Perahu milik bapak Halimah adalah semang-semang. Punya sayap seperti baikole,
gesit dan lincah.
Halimah
tidak hanya duduk manis di tengah perahu, ia juga ikut mendayung. Kadang
seirama dengan bapaknya, kadang berlawanan. Dayung mereka yang mengenai sisi
perahu disertai gemercik air menambah sensasi pagi itu.
“Halimah, jangan terlalu keras kasih kena panggayung
di perahu nanti ikan tidak makan umpan”
tegur ayah ketika Halimah teralu keras membenturkan dayungnya pada sisi perahu saat
mendayung.
Ketika
pergi maupun pulang kebun, ayah Halimah selalu membawa alat pancing. Sembari
mendayung, ayah Halimah juga menarik umpan. Biasanya dapat 2 ekor ikan. Satu ekor dimasak di kebun untuk makan
siang, dipasangkan dengan rebusan singkong dan ubi. Sebagai sambal, dipetik
cabe dan tomat yang tumbuh di samping dego-dego.
Satu ekornya lagi akan dibawa pulang.
Matahari
belum sampai setengah hari. Ayah Halimah
masih sibuk membersihkan kebun dan mengambil tunas pisang untuk ditanam.
Halimah tidak ada bersama ayahnya. Ia berkeliling memunggut biji-biji pala
yang jatuh. Ayah Halimah akan memanggilnya membantu jika ada bibit-bibit cabe
yang harus disemai.
Halimah
sudah berkeliling dari satu pohon ke pohon lainnya, mencari dengan teliti biji-biji pala yang jatuh, terselip di antara dedaunan. Ia juga memetik biji-biji yang sudah tua, yang mengaga hitam
dengan bunga yang merah merona dan menggoda. Pengait yang ia bawa, ia buat
sendiri dari bambu kecil yang panjangnya hanya 5 hasta, sedikit lebih pendek
dari milik ayahnya.
Ketika
ibunya masih hidup, Mereka selalu berkeliling bersama. Mereka mencari biji-biji
pala yang jatuh. Dia ingat pada ibunya yang
selalu marah jika ia tidak serius mencari biji pala. Ibunya selalu menyuruhnya
untuk membersihkan daun-daun yang ada dibawah pohon. Dia juga selalu ingat
bahwa ketika ibunya masih ada, ia selalu manja.
“cari yang halal itu susah. Jadi harus sungguh-sungguh” ingat Halimah dalam hati.
Sesekali
air matanya menetes ke tanah jika mengingat ibunya. Kata orang desa, Halimah
adalah ibunya. Walaupun kulit ibunya hitam seperti biji pala tetapi cantik.
Setiap pagi, ibunya selalu menggiling beras dan kunyit menggunakan botol kaca bekas.
Ibunya menggunakan bedak giling itu untuk ke kebun. Ketika pulang kebun, ia keramas
menggunakan akar pohon dari hutan dicampur kelapa parut. Rambutnya seperti gumutu dari pohon enau, tetapi setiap
saat selalu bersih dan wangi. Selain cantik juga baik pada semua orang. Ibunya
adalah Halmahera.
Kebiasaan
yang dilakukan ibunya itu diikuti oleh Halimah. Ketika selesai membuatkan sarapan
pagi, pisang goreng dan kopi buat ayahnya, ia bergegas membedaki wajahnya
dengan bedak giling. Dari wajah, leher, tangan hingga kaki. Walaupun hampir
tiap hari ia lakukan tetapi kulitnya tidak pernah putih.
Halimah
tidak pernah pulang tangan kosong ketika dari kebun. Dia selalu membawa hasil
kebun, pisang, ubi dan singkong yang ia tempatkan di saloi miliknya. Di antara ruang-ruang kosong dalam saloi yang sudah
terisi penuh, ia sisipkan cabe, tomat, daun singkong dan daun salam. Sedangkan
bapaknya dengan saloi yang lebih
besar, diisi kepala dan kayu bakar.
Sebelum
magrib jatuh di barat. Halima dan ayahnya sudah sampai di desa. Barang bawaan
diturunkan dari perahu. Dibantu anak-anak kecil dekil, mereka menarik perahu ke
tempat aman supaya tidak tergerus ombak.
Halimah
langsung memembawa gina ke dapur. Menyalakan api dari kayu bakar
dan menggoreng pisang. Di tungku satunya ia panaskan air untuk “jam 4” mereka.
Merbabu, 25/10/2017
#Ket:
Tide-tide = tarian daerah Galela
Jou Ta’alla = Tuhan
Perahu semang-semang = perahu dengan penyeimbang dari bamboo
Baikole = kipasan kebun (Rhipidura leucophys)
jore-jore = layar darurat dari daun kelapa
panggayung = mendayung
dego-dego = rumah kebun
gumutu = sabut dari pohon enau
saloi = tempat untuk menaruh hasil kebun, disandang
seperti ransel
Gina = muatan - rezeki
0 komentar:
Posting Komentar