Catatan TnT 1000 Guru Malut di Kolorai, Kabupaten Pulau Morotai
“Anha ini kesempatan belajar, perbanyak tamang
deng cari pengalaman. Bayangkan saja orang sebanyak ini kalau ngana dapa dong
pe ilmu biar sadiki-sadiki saja itu so bruntung skali!” Kata Aisa ketika dalam perjalanan dari Sofifi menuju Tobelo, kamis 17 Agustus
2017.
Saya adalah seorang mahasiswa biasa yang sangat bersyukur
bisa bergabung di Komunitas 1000 Guru Maluku Utara, untuk ikut traveling and teaching ke 5 di Morotai
lebih tepatnya di Pulau Dodola dan Pulau Kolorai untuk memperingati hari ulang
tahun Negara Indonesia dan memperingati 5 tahun 1000 Guru menginspirasi. Dalam
komunitas 1000 guru, siapa saja boleh jadi guru. Lewat komunitas inilah saya menjadi tenaga
sukarela untuk mengajar yang dikenal dengan relawan atau volunteer, itu adalah cara saya untuk ikut berkontribusi langsung
dalam dunia pendidikan di Indonesia dan lebih khususnya lagi di Maluku Utara.
Saya dengan segala kekurangan dalam diri, merasa terinspirasi dan sangat termotivasi
ketika bertemu dengan mereka para teman-teman relawan yang sangat luar biasa. Mereka datang dari berbagai daerah
di Indonesia dan dari berbagai macam latar belakang profesi yang berbeda, bahkan
ada yang tinggal di luar negeri karena bekerja dan kuliah (tepuk salut buat
mereka).
Ini bukan kali pertama bagi saya menjadi relawan
pengajar dalam kegiatan komunitas 1000 guru Maluku Utara, karena pada 2 bulan
lalu untuk pertama kalinya 1000 Guru Maluku Utara dalam rangka Bulan Ramadhan
memberi kesempatan kepada saya untuk ikut dalam kegiatan Teaching and Giving (TnG) di SD MIN Sasa Kota Ternate. Sedangkan untuk
kali ini, kembali diberi kesempatan lagi dari 1000 Guru Malut untuk ikut traveling and teaching (TnT) di satu
pulau bernama Kolorai di Kabupaten Morotai. Lalu apa yang berbeda dari TnG dan
TnT?
TnT dan TnG adalah sama-sama program 1000 guru
Maluku Utara yang fokus pada pendidikan dasar, dengan merekrut relawan pengajar
dari berbagai profesi dengan tujuan memotivasi dan menginspirasi anak-anak
kecil agar bercita-cita sebaik mungkin dan terus mau bersekolah. 1000 Guru
Maluku Utara memiliki kriteria dalam memilih sekolah yang akan dijadikan
sasaran mengajar, yaitu sekolah di pedalaman dan di pulau di Maluku Utara, juga
sekolah yang masih kurang mendapat perhatian pemerintah.
Morotai
bukanlah nama baru yang asing di telinga masyarakat Indonesia khususnya para traveller, apalagi bagi saya anak
kandung dari Bumi Kie Raha. Tentunya ini bukan pertama kali saya ke Morotai namun
ini adalah kesempatan yang ketiga kalinya untuk saya menginjak kaki di bumi Moro. Bagi saya tidak ada namanya
kesempatan ke dua, yang ada hanyalah selalu ada kesempatan asalkan kita mau. Kesempatan
itulah dapat saya memaknai arti dari sebuah pengalaman, karena pengalaman tak
selalu sama seperti kesempatan pertama. Saya bisa saja berkesempatan 1000 kali
datang ke Morotai, namun tidak berarti saya akan menemukan 1000 kali pengalaman
yang sama. Seperti itulah untuk tiga kalinya ke Morotai, pengalaman yang paling
berkesan dan bisa dibilang takkan terulang lagi adalah pengalaman menjadi
relawan 1000 Guru Malut.
Banyak
hal yang bisa terulang misalnya jika nantinya saya ke Morotai, mengikuti rute
perjalanan seperti kami lakukan yaitu naik kapal ferry dari bastiong menuju
Sofifi dilanjutkan dengan naik bus ke Tobelo. Kami menginap di Tobelo dan
paginya naik speed boat menuju Morotai. Sesampai di Morotai kami menyempatkan
waktu mejelajahi peninggalan sejarah perang dunia kedua dan bertemu langsung Pak
Muhlis Eso yang super semangat mencintai sejarah, lalu siangnya menempuh
perjalanan ke pulau Dodola hingga petang. Setelah dari Dodola kami menuju pulau
Kolorai dan menginap di SD kolorai Selama 2 malam dan mengajar di sana lalu besoknya
pulang ke Ternate menggunakan pesawat. Kesempatan perjalanan seperti itu bisa
saja terjadi dalam hidup saya, namun suasana-nya sudah berbeda.
Saya
mungkin tidak akan lagi melakukan perjalanan dan mengajar bersama orang-orang
yang sama seperti pada tanggal 17-20 Agustus 2017, apalagi mengulang cerita
tidur bersama mereka, mandi pagi jam 4 di penginapan Tobelo, hingga di Kolorai,
kami harus tawaf subuh disepanjang jalan untuk mencari tanda-tanda rumah warga
yang pintunya terbuka untuk menumpang mandi. Tidak ada lagi suara aba-aba yang
sama untuk mengingatkan waktu makan dan sarapan, tidak ada lagi suara gitar dan
nyanyian-nyanyian yang sama. Bahkan kita hanya ingat betul bahwa kami pernah menghabiskan
minggu di tepi pantai dengan api unggun yang dibuat susah payah selama satu jam,
lalu ada lingkaran manusia yang bernyanyi diringi suara gitar dan deru ombak.
Sedang dari belakang lingkaran manusia yang bernyanyi ada relawan yang
diam-diam makan jagung rebus dan bernyanyi pelan-pelan mengikuti irama yang
ada. Kini yang ada hanya pesan-pesan di group WhatsApp yang masih ramai, namun bisa saja besok atau dua hari
kedepan sudah tak ada lagi pesan-pesan yang sama.
Selama
tiga hari menyatu di Dunia 1000 Guru malut di Morotai, saya merasa bahwa hidup
ini memang belum ada apa-apanya dibanding mereka semua. Saya ibarat bercermin
pada segalanya, kepada sesama relawan dan kepada anak-anak Pulau Kolorai. Saya
seperti menemukan diri saya yang sebenarnya, menemukan titik kembali pada diri
sendiri. Saya seperti berada dalam novel spritual yang berjudul Titik Balik. Novel
itu bercerita tentang pengalaman pribadi seorang penulis bernama Rani Rachmani
yang menemukan titik kembali dirinya ketika berada di Pulau Kepa Bali. Ketika Rani
Rachmani lelah dengan kehidupan pekerjaannya dia memutuskan berlibur di pulau
Kepa dan siapa sangka di pulau itu dia belajar mengenali dirinya sendiri,
mengenali apa yang sebenarnya dia cari dalam hidup ini. Sama halnya saya yang
diam-diam ingin sejenak melupakan tugas akhir sebagai mahasiswa, meskipun sejenak
saja dengan mencoba berlibur di pulau yang sudah lama saya inginkan yaitu
Dodola dan Kolorai, namun di Kolorai-lah saya menemukan apa yang dicari.
Apakah
ini alay dan berlebihan? terserahlah karena seperti itulah kenyataannya. Sejak saya
pulang dari Kolorai, saya semakin bersemangat menjadi orang yang lebih baik
lagi. Saya semakin bersemangat merencanakan kehidupan di masa depan, saya
seperti memiliki hutang untuk hidup lebih baik dari sekarang karena mereka
anak-anak Kolorai, anak-anak polos itu yang wajah mereka mengkilat, pemalu
namun penuh semangat hidup. Anak-anak yang menjemput kami para relawan dengan
sorak gembira, anak-anak yang semangat bercerita tentang Kolorai di halaman
sekolah yang gelap gulita.
Anak-anak
yang memilih bertahan di halaman sekolah meskipun disuruh pulang ke rumah
masing-masing karena sudah larut malam. Anak-anak
yang mengekor ketika kami para relawan ingin ke pantai, anak-anak yang
menawarkan diri untuk bermain bersama. Anak-anak yang ingin lebih dekat lagi
dengan kami, bahkan ketika kami pulang mereka masih mengantar kami di jembatan dengan
wajah yang sangat polos. Pada akhirnya saya dan relawan lainnya tidak tahu apa
yang mereka lakukan setelah kepulangan kami. Semoga saja mereka terus semangat
menjalani kehidupan mereka, terus semangat menempuh pendidikan ke jenjang
selanjutnya sebagai jembatan untuk mewujudkan cita-cita mereka.
Saya
jadi ingat ketika kami para relawan dipandu berfoto bersama, dan tiba-tiba ada
aba-aba “Ayo kita pura-pura bahagia!”
kata kakak Talitha Andini Prameswari seorang talent dari Jakarta yang juga
seorang Relawan. Tapi siapa sangka, tenyata saya benar-benar bahagia di kampung
orang bahkan sampai hari ini masih ingat betul setiap momen di sana. Saya juga
masih ingat pesan kakak Jonathan Locanawan, yang ketika
telah sampai di Jakarta dia menulis bahwa dia berangkat tanpa ekspektasi dan
pulang membawa mimpi. Saya mengakui
bahwa itu benar. Ssaya adalah anak Kampung, anak orang Halmahera asli. Namun
bisa bilang Kolorai benar-benar
berbeda dari kampungku, apa yang saya temui di Kolorai tidak saya temui
di kampungku. Terimakasih Kolorai !
Lewat
catatan ini, saya ucapkan terimakasih kepada semua pengurus 1000 Guru Malut dan
semua relawan super hebat. Semoga kelak kita tetap satu semangat
memajukan pendidikan di Indonesia. Tetaplah semangat[].
Salam
sukses selalu dan salam basudara samua.
Salam
lima jari !
Relawan Tnt 1000 Guru Malut
Good job!
BalasHapus