“Bangunan, biar benda
mati, namun tidak berarti tak “berjiwa”. Kata-kata Mangun wijaya ini dikutip
dari buku pasal-pasal penghantar fisika
bangunan penerbit Gramedia Jakarta 1980.
Ilustrasi wajah
perkotaan akan mendidik masyarakatnya secara visual untuk lebih memilih
kehidupannya dibandingkan memilih untuk menata lingkungannya. Dilihat sepintas
tentang wajah kota yang disinggapi, melahirkan wacana-wacana kritis tentang
kota yang majemuk dan kota yang sumuk.
Dua tokoh arsitektur dunia ini menjadi preseden
dalam mendesain sebuah kota berbasis mikro. Mereka berdua sudah tidak asing di
telinga kalangan para arsitek dan sosiolog. Mereka secara terang-terangan
membuat perbedaan cara kerja dan cara berkarya dalam menghadapi era-modernism. Mereka menjadi pembeda antara
dua generasi dalam konseptual dengan periodesasi yang tidak jauh berbeda.
Berbeda dengan Mangunwijaya, Le Corbusier menjadi
seorang pelaku kesenian yang taat, mengawali karirnya sebagai pelukis dan
penulis. Mungkin banyak yang belum mengenalnya. Le Corbusier ialah salah satu
tokoh arsitektur yang menggagas konsep pola desain arsitektur modern yang
sekarang ini banyak kita nikmati. Tetapi, jangan disebut sebagai satu-satunya arsitek
yang mencetuskan masa jaya arsitektur modern, karena Theo Van Doesberg dan De
Stijl di Holland punya andil dalam melahirkan masa jaya arsitektur modern, di
samping Constructivism di Rusia dan Bauhaus di Jerman. Tetapi jika
dibutuhkan seorang pahlawan untuk masa jaya tersebut maka tidak salah lagi Le
Corbu adalah orangnya, karena tulisan-tulisannya dan bangunannya yang telah ada.
Le Corbu dalam karirnya
sebagai arsitek, mula-mula dia mendesain beberapa macam gaya dan pada tahun
20-an muncullah teori yang pertama dengan nama "Purism" dan
pada tahun 50-an desainnya berubah kearah pahatan (sculptural form) dengan
bahan beton yang tidak dihaluskan permukaannya dan aliran ini dinamakan "Brutalism".
Sebenarnya "Purism" adalah nama artikel mengenai filsafat
estetika yang ditulis oleh Amedee Ozenfant, seorang penulis mengenai seni,
estetika dan arsitektur, pada tahun 1921. Ozenfant juga dikenal sebagai rekan
kerja Le Corbusier. Le Corbu dengan desain yang mengesankan dan dikenal dunia
ialah “Gedung PBB di New York dan United
Habitation di Marsille”.
Sebelum lahirnya "Purism", Le Corbu
bereksperimen dengan beberapa gaya masa lalu dan di antaranya menguasai gaya
Renaissance Italia. Le Corbusier juga membuat beberapa rencana-rencana yang
tidak dibangun dengan idea-idea yang baru dalam arsitektur, misalnya "Dom-Ino
System" (1914) yang memperlihatkan sistem fabrikasi dalam bangunan dan
idea ini adalah awal mula sistem pembuatan bangunan secara masal.
Dalam bukunya "Towards a New
Architecture" dia menekankan segi moral dan kebenaran dalam
arsitektur. Dia juga mengatakan tidak ada toleransi bagi kepalsuan dan kita
akan hancur dalam ketidakbenaran. Dia juga mengatakan bahwa hubungan antara
kita dan alam raya berdasarkan geometri, rasio matematik dan kebenaran yang sejati
dan ini berarti bahwa hubungan tersebut terjadi berbau teknologi dan dia memang
menuju keindahan dari produksi teknologi.
Walaupun berbeda dengan Le Corbu, Romo Mangunwijaya
sangat mengedepankan tentang fungsi manusianya dan budaya berbasis sebuah pengetahuan
rasional dalam kehidupan perkotaan. Sehingga dalam pandangan mangunwijaya tentang
rasional aristektur nusantara berada pada tataran logika dan perasaan sosio-kultur.
Bukan hanya Le Corbu dalam menciptakan desain arsitektur nyata, mangunwijaya
dalam periodesasinya membuat 48 karya arsitektur di hampir seluruh daerah di
Indonesia yang sangat responsive
terhadap filosofi “Walaupun kebanyakan ialah Gereja” termasuk Gereja Katedral
di Ambon 1993 (yang tidak jadi dibangun karena alasan politik), banyak penghargaan
yang masuk dari nasional dan internasional termasuk yang paling mengesankan
ialah desain kali code di Yogyakarta yang memperoleh penghargaan dunia dari Aga
Khan Award for Architecture.
Kedua tokoh ini,
mengedapankan sebuah karya Arsitektur yang bermoral tanpa ada kebohongan,
tetapi di lain sisi, mereka berdua berbeda dalam pandangan fungsionalitas dan
cara kerja estetika. Mangunwijaya dengan konsep dasar “Filosofi Guna dan Citra”, sedangkan Le Corbu dengan konseptual
dasarnya ialah “Semangat Arsitektur
Modern yang efesien dan Terpadu”. (inilah pilihan dalam berasitektur).
0 komentar:
Posting Komentar