Judul:
Tuhan Izinkan Aku Jadi Pelacur, Memoar Luka Seorang Muslimah | Penulis:
Muhidin M Dahlan | Jumlah
Halaman: 261 | Penerbit:
ScriptaManent bekerja sama dengan Melibas, Yogyakarta | Tahun
Terbit: 2005 | ISBN:
978-979-99461-1-9
Novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi
Pelacur karangan Muhidin M Dahlan ini
berlatar tempat di kota Jogjakarta yang merupakan sebuah kota yang
terkenal dengan sebutan kota pelajar. Novel ini merupakan kisah nayata - mengungkapkan
pengalaman seorang perempuan yang bernama Nidah Kirani (tokoh utama).
Nidah adalah seorang muslimah yang
taat. Berhijab dengan jilbab yang besar layaknya santri di pesantren.
Hari-harinya dihabiskan dengan shalat, baca Al-Quraan, dan berzikir. Namun di
tengah perjalanan ia mulai mengalami badai kekecewaan. Organisasi garis keras yang
ia giati dalam imajinya bisa menegakkan sariat Islam di Indonesia dan diyakini
bisa mengantarkannya berislam secara kaffah (menyeluruh), ternyata malah
merampas nalar kritis sekaligus imannya
Setiap tanya yang dia ajukan
dijawab dengan dogma yang tertup. Berkali-kali digugatnya kondisi itu, tetapi
hanya kehampaan yang hadir. Bahkan Tuhan yang selama ini diagung-agungkan
seperti “lari dari tanggung jawab” dan enggan menjawab keluhannya. Dalam
keadaan kosong itulah ia terjerambab kedalam dunia “hitam” (Lihat sinopsis).
Novel ini, pertama kali diterbitkan
pada tahun 2003. Saat pertama kali terbit, banyak mendapatkan kritikan, karna
dianggap melenceng dari ajaran agama, dan merusak moral para remaja. Kritikan
ini datang dari mahasiswa, akademisi, tokoh agama, dan para pembaca yang tidak
bersepaham dengan Muhidin, bahkan ada yang mengatakan dibalik penerbitan buku
ini ada zionis, dan yang menulis buku ini adalah seorang atheis (Hal:257)
Memang dalam beberapa karya Muhidin
dianggap kontroversi, seperti bukunya Adam dan Hawa, Kabar Buruk dari Langit,
Di Langit Ada Cinta, Terbang Bersama Cinta, dan beberapa cerpen serta eseinya. Setelah
novel ini diterbitkan Muhidin melakukan diskusi buku yang intensif di Yogyakarta,
Jakarta, Magelang, Malang, Jombang, Makasar, dan Palu. Respon publik sangat
antusias, ada yang pro, dan ada yang kontra. Dalam setiap proses diskusi buku,
kadang menuai kritikan dari peserta diskusi. Ada yang mengatakan Muhidin
berusaha menyudutkan gerakan Islam tertentu, bahkan ada seorang dosen perempuan
yang mengajar mata kuliah agama disebuah universitas yang berbasis Islam,
mengatakan bahwa penulisnya dengan kecangihannya berusaha merusak akidah islam
(Hal: 256-257). Namun harus dipahami
bahwa sebuah karya sastra, orang bebas menafsir sesuai dengan kehendaknya .
Sejauh
saya menalar isi novel ini, secara substantive Dahlan ingin menyampaikan beberapa
hal, yakni bagaimana tokoh Nida Kirani diinterpretasikan sebagai seorang
aktifis perempuan yang mengalami kekecewaan terhadap organisasinya yang
berakhir dengan pemberontakannya terhadap Tuhan, yang kedua seperti
mengungkapkan topeng-topeng kemunafikan dari para kaum lelaki yang didalamnya
adalah aktifis, akademisi, dan politisi yang streteotipnya, mereka adalah
masyarakat yang berwibawa namun tidak luput dari kebiasan-kebiasan hewani, sekaligus
merupakan kritik sosialnya terhadap orang-orang yang dalam penampakannya menampilkan
sisi-sisi idealis dan religious, tetapi justru menyimpan kebusukan dalam diri.
Dahlan juga sekaligus
mengimplikasikan kritiknya terhadap Jemaah atau pun masyarakat yang hanya sibuk
memperhatikan aspek spiritual dan moral tetapi membiarkan diri mereka diatur
dan dibelenggu oleh sistem penguasa. Bagi Dahlan, penyembahan kepada Tuhan
adalah persoalan yang bersifat individual. Manusia sebagai individu yang
paripurna, ketika menghadap Tuhan di kehidupan yang akan datang, akan
bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan. dan yang ketiga
bagaimana kecangihan seorang Muhidin M Dahlan dalam mengemas cerita ini menjadi
parole yang dianggap kontroversi namun memikat. Dahlan merupakan penulis yang dapat dengan bebas mencipta
karya sastra sesuai dengan apa yang dikehendakinya dan pembaca pun dapat dengan
bebas menafsirkannya.
“Semua
lelaki adalah bangsat. Juga semua aturan yang mereka buat dengan membawa-bawa
Tuhan dan Agama. Nantikan kutukanku, lelaki!” (Hal: 14).
“Iman yang tak digoncangkan,
sepengetahuan saya adalah iman yang rapuh. Iman yang menipu hati. Hati-hati”
(Hal: 260)
0 komentar:
Posting Komentar