Random Posts

banner image

Jumat, 21 Juli 2017

Hiri Itu Ternate


Pulau kecil itu  berada di seberang Pulau Ternate. Jika kalian pergi ke salah satu tempat wisata yang ada di pantai Sulamadaha, Kota Ternate Utara, maka kalian akan melihat pulau itu dengan jelas dari kejauhan. Yaahh di situlah tempatku dilahirkan. Tempat kuhabiskan masa kanak-kanakku, tempat yang  jauh dari hiruk pikuk keramaian kota, tempat yang merupakan  Negerinya para kolano, para kapita, dan negerinya para  momole. Tempat yang menyimpan rahasia dengan keindahannya. Orang-orang menyebutnya dengan nama Pulau Hiri. Namun, Pulau Hiri  menjadi bahan ledekan dari teman-teman sekolahku  yang masih kuingat sampai sekarang.

Kisah itu berawal ketika aku mulai menginjakkan kaki di sekolah menengah pertama. Aku dan beberapa temanku  datang dari Hiri untuk bersekolah di salah satu sekolah menengah pertama yang ada di Kota Ternate. Kami datang dengan segudang harapan dan impian untuk mencapai kesuksesan. Dan Aku  tidak menduga bahwa kedatanganku ke Kota Ternate yang dikenal dengan Kota budaya itu adalah awalku untuk harus menetap di sana. Akhirnya orang tuaku juga ikut pindah ke Ternate untuk mencari uang agar bisa membiayai sekolah anak-anaknya.

Hari pertama sekolah seperti membuatku  berada di tepian tebing  yang begitu tinggi. Bayangkan jika kamu berada di salah satu tepi tebing yang tinggi, Nah bagaimana rasanya? Pasti kamu takut, begitu juga denganku saat pertama kali masuk sekolah menengah pertama.

Pagi itu aku bersama saudara kembarku Nasra, dan  tiga teman laki-lakiku yang bernama Ramond, Ardiyan dan Mato pergi sekolah bersama-sama, kami  tidak pernah berpisah sejak awal mendaftar masuk sekolah. Namun, kami berpisah pada saat pembagian kelas. Aku mendapatkan kelas yang paling terakhir, tapi itu bukanlah masalah buatku.

lonceng yang dibunyikan oleh guru piket, suaranya yang nyaring hingga di lorong-lorong sekolah. Semua murid tahu itu tandanya masuk ke kelas. Berlarian  masuk ke kelas masing-masing sesuai dengan pembagian yang sudah diumumkan. Sementara aku hanya berjalan perlahan-lahan sembari mata menelusuri setiap kelas. berharap ada yang aku kenal. Setibanya di kelas, aku melihat suasana kelas begitu ramai dan menyenangkan, di sana aku bertemu dengan teman-teman dan pengalaman-pengalaman. 

Hari pertama adalah hari perkenalan kami. diminta oleh walikelas untuk maju satu-persatu di depan kelas memperkenalkan diri. setelah yang lain selesai kini tiba giliranku. 

Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatu..!! Ucapku dengan  gugup pada guru dan teman-temanku saat berdiri di depan.

Waalaikumsalam......! Balas mereka dengan keras.

"Perkenalkan namaku Fasra udin", kataku dengan memberi senyum tipis.

"Hallo Fasra" sapa mereka sambil membalas senyumku.

"Teman-teman !! Aku berasal dari sekolah SDN Faudu, Hiri. Aku lahir di Hiri pada tanggal 20 agustus tahun 1997, umurku sekarang 12 tahun, hobiku adalah bermain bulu tangkis, terima kasih,"  kataku melesat cepat dan singkat  seraya menutup perkenalanku  dengan tersenyum gembira. Sorak tepuk tanganpun terdengar di dalam kelas dan menambah suasana kelas yang sangat ramai dan menyenangkan. Akupun diminta duduk kembali oleh walikelas. Perkenalan dilanjutkan.  

Tidak terasa lonceng istrahat telah berbunyi. Wali kelaspun menutup perjumpaan kami dan segera meninggalkan kelas. Beberapa murid lainnya juga ikut meninggalkan kelas dan membeli jajanan untuk dimakan. Aku masih duduk di bangku menatap teman-temanku, ada yang sedang  bercakap-cakap sambil memperkenalkan dirinya lagi, ada yang kerjar-kejaran di dalam kelas dan sebagian lagi sibuk menulis. 

Hiri yaa..." terdengar ucapan seseorang dari telingaku. Aku lalu mencari arah suara itu, tiba-tiba mataku tertuju pada seorang murid laki-laki yang tak berada jauh dariku. Yaahh Fandi, dia orangnya yang memanggilku dengan sebutan "Hiri".

"Hiri yaaa"  kata itu terucap lagi dari mulutnya.

"Hiri kong bikiapa??" Balasku dengan nada  datar.

"Orang Hiri baru, orang Hiri tu bicara logat" kembali dia meledekku. 

Aku diam mengabaikan ledekkannya itu, lalu bergumam dalam hati, "kenapa kalau aku orang Hiri, toh orang Hiri tidak  membebani hidupnya kan". Orang Hiri itu kental dengan langgam bahasanya. Itu sudah menjadi salah satu ciri khas dari orang-orang Hiri. Setiap daerah pasti memiliki ciri khasnya masing-masing, begitu juga dengan orang Hiri.

Ketika aku sedang sibuk dengan pekerjaanku sendiri, Fandi masih sibuk meledekku seakan tidak ada pekerjaan yang lebih penting saja selain meledek orang. 

"Hiri yaa, orang Hiri pandoti" ledeknya lagi sambil menertawaiku. 

Aku tersinggung ketika dia mengatakan hal itu. Sudah cukup, akupun balik membalasnya. 

"Tobololo yaa Tobololo" ledekku sambil tertawa terbahak-bahak. 

"Tinggal belakang gunung baru" aku kembali meledeknya. Aku tidak berniat meledeknya tapi aku terpaksa karena tak bisa menahan ledekkannya itu.

Fandi lalu membalas ledekanku lagi, "Hiri yaa, Hiri logat ya," ucapnya seakan tidak mau kalah denganku. Tapi aku tidak lagi membalas ledekannya, karena aku berpikir tidak penting meladeni orang seperti itu. Dan Semenjak hari itu Fandi sering meledekku dengan menyebut kata "Hiri yaa".

Bukan hanya Fandi saja yang meledekku sebagai orang Hiri, beberapa teman-temanku yang lainnya juga melakukan hal yang sama. Mereka beranggapan bahwa orang Hiri bukanlah orang Ternate karena tinggal di pulau berbeda. Tapi, aku tidak  membalas ledekan mereka, karena  apa yang dikatakan mereka itu memang sebuah kenyataan, bahwa aku adalah orang Hiri.Tapi bukan berarti orang Hiri adalah orang doti-doti (guna-guna). Diamku bukan  membenarkan jika orang Hiri adalah Orang doti-doti tetapi karena sesaat terlintas pesan-pesan Al-Quran yang saya dapat dari Pangaji di Faudu;

"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan"(Q.S Al-Furqan, ayat 63).

Nafasku dalam dan emosiku yang sedari tadi tinggi  kini mulai mendingin.  

***

Keesokan harinya,  Pada waktu istrahat,  aku menyempatkan duduk di halaman sekolah tepat di bawah rindang pohon ketapang . Ada seopotong kayu papan menempel di pohon ketapang, tertulis "Terminalia Catappa". Karena rindang dan angin selalu datang sepoi-sepoi, tempat ini jadi andalan. Itu sebabnya sekolahku menanam dan membiarkannya tumbuh membentuk seperti tajuk yang indah dan bertingkat-tingkat.

Aku duduk sembari menikmati sepotong kue yang ada di tanganku. Sesekali mengingat kemarin lalu kadang-kadang kesal datang jika mengingat si tukang ledek. Entah kenapa, seperti kesal adalah doa. Tiba-tiba saja ada seorang anak laki-laki menghampiriku dan duduk bersamaku. 

Dia lalu bertanya padaku, "Di Hiri tu ada pasar ?? Aku tersenyum dan berkata, " di Hiri tarada pasar. Dia bertanya lagi,  " Hiri tu ada mall ohh??"  Aku menengok padanya dan tersenyum seraya berkata, "Di hiri tra ada mall,"  dia semakin penasaran dan mengajukan pertanyaan lagi, "Di Hiri tu ada oto??". Aku kembali menengok padanya dan menjawab, "Di Hiri tra ada oto, ada cuma motor atau ojek saja".

Aku menahan tawa, merasa lucu dengan pertanyaanya. Dengan wajah penasarannya dia lalu menatapku heran dan bertanya lagi,  "di Hiri tu bagus??", aku menjawab dengan nada yang lembut dan wajah yang penuh senyuman lebar, "iyoo, di Hiri tu bagus, dia pe pante indah, di pante itu ada pulau kacil tiga, tong orang Hiri biasa bilang pante Dola". Setelah menjawab pertanyaannya, senyumku makin melebar dan mengekspresikan wajah sombong karena bangga bisa terlahir di Pulau Hiri. Dia pun menganguk tersenyum padaku dan perbincangan kami terus dilanjutkan. 

Hari-hari berlalu tanpa pamit, mengikuti waktu yang terus berputar. Tidak terasa aku sudah bangku kelas tiga SMP dan siap menjalani ujian Akhir. Saat itu kami siswa kelas tiga SMP mengikuti ujian, ketika ujian sedang berlangsung, kami para siswa serius mengerjakan soal, tiba-tiba terdengar  seseorang memberi salam.

"Assalamualaikum....!!

"Ohh kepala sekolah" ujarku dalam hati,,

"Waalaikumsalamm...pak !! Balas kami.

"Disini siapa yang berasal dari luar Kota Ternate?? Tanya kepala sekolah kepada kami. Semua  peserta ujian terdiam.

"Saya pak!" Aku mengangkat tangan. Semua mata tertuju padaku termasuk pengawas dan kepala sekolah. 

"Kamu dari mana??, tanya kepala sekolah dari pintu.

"Saya dari Hiri pak" jawabku dengan suara pelan.

"ohh dari Hiri kamari di Ternate itu nae pesawat??" Kata kepala sekolah dengan nada meledekku. Ruangan yang tadinya  tenang berubah riuh karena suara tawa. Aku menunduk malu. 

"Hiri itu termasuk bagian dari Ternate, jadi kamu tak perlu mengangkat tangan dan merasa terasing di kelas ini," kata kepala sekolah sambil menatapku yang masih tertunduk malu.  "Saya pak " jawabku setelah beberapa saat kemudian. Kepala sekolahpun pergi meninggalkan ruang ujian dan kami para peserta melanjutkan mengerjakan soal ujian.

Setelah hari itu, dan sampai ujian nasional aku tidak pernah diledek lagi oleh Fandi dan teman-temanku yang lainnya, karena pernyataan dari kepala sekolah sudah membalas dan menjawab ledekan mereka selama ini. Perkataan kepala sekolah telah membuat mereka mengerti bahwa Hiri adalah Ternate. 

Hiri, di darat ada sejuta pohon  kelapa yang tumbuh menghijau. Pantainya yang berpasir diapit oleh batu-batu selalu memanjakan mata. Jika sore hari anak-anak mandi dan ayah mereka sibuk menjahit jala atau menarik perahu, kadang memperbaiki alat pancing. Keindahan, ketenangan dan keramahan selalu menghadirkan rindu untuk pulang dan selalu ada rindu untuk kembali berwisata.

ket:
  1. Kolano = Raja
  2. Kapita = orang yang memimpin beberapa kampung
  3. Momole = moyang
  4. doti = guna-guna
  5. Pandoti = dukun/orang yang melakukan guna-guna
  6. tong=kami
  7. Belakang gunung=istilah bagi mereka yang menetap tinggal di luar wilayah pusat kota Ternate
  8. Tobololo=nama kelurahan di Ternate


Penulis : Fasra Udin
Pegiat PILAS Institute

















0 komentar:

Posting Komentar