Aku Rarus, dilahirkan
di desa Chimera, sebuah desa yang jauh dari mata penguasa. Desa yang tak pernah
mendapatkan semprotan cahaya lampu dari perusahan negeri ini, tapi semua warga
Chimera dituntut taat bayar pajak dan taat hukum, namun semua perintah itu tak
berlaku untukku. Warga desa Chimera selain aku yang masih menginjak tanah dan
tubuhnya akan dikebumikan di tanah negeri ini ketika mati kelak, wajib bayar
pajak.
***
Berawal dari mimpi. Aku
pernah bermimpi menjadi penulis agar menginspirasi orang-orang lewat buah
tanganku. Sebab itu aku memilih jatuh cinta pada bahasa Indonesia sewaktu di
sekolah. Kini mimpiku tak bisa menginjak bumi. Aku tak lagi percaya pada mimpi.
Tak sama dengan
Veronika, bagi Veronika mimpi bak api
yang membakar kayu menjadi arang. Terus bermimpi sebab satu menit dari sekarang
jadi misteri. Kita tak pernah tahu tentang misteri. Mimpi bisa jadi nyata bila
kita memulainya, juga sebaliknya mimpi akan berhenti bila kita tak memulainya.
Ujar Veronika ketika aku bacakan cerita ini padanya.
Aku tak percaya dengan
mantra Veronika. Sebab aku korban mimpi. Dulu aku bermimpi jadi mahasiswa di
Universitas Ternama untuk melanjutkan mimpi. Untuk menuruti mimpi semua
persyaratan yang dituntut universitas telah aku tunaikan. Tapi nasib dan
universitas tak menikahi aku. Aku gagal,
sebab gagal menyetor uang mahar pada universitas.
Namaku dihapus dari
sekian banyak calon mahasiswa yang tak memenuhi syarat yang dituntut
universitas, tapi mereka punya mahar
yang bisa memenuhi keinginan universitas.
Kejadian ini yang
membuatku tak percaya pada mantra Veronika, gadis yang beberapa bulan
terakhir ini membuat hatiku bersujud padanya.
Setelah nasib naas
menimpa ku untuk tak menikmati kursi putar di Universitas Ternama, aku mulai
pulang ke desa dan memutuskan berhenti bermimpi jadi megah di negeri ini. Aku
jadi seorang pengacara yang tak berkantor apalagi beracara di pengadilan, sebab
aku tak pernah mencicipi pendidikan profesi pengacara. Setelah lamaranku
ditolak untuk menikmati kursi putar di universitas, akhirnya aku punya profesi
jadi pengacara di desa, walau pada dasarnya aku tak pernah duduk di bangku
kuliah.
Bangku kuliah hanya ada
dalam mimpi. Profesi sebagai pengacara juga tak sama dengan profesi pengacara
benaran. Aku Cuma ”pengganguran banyak acara”, begitu orang-orang desa
memanggilku. Mereka menyingkatnya jadi “pengacara.”
Membuat keributan di lingkungan wajib hukumnya,
mencuri, mabuk-mabukan, meniduri janda muda sampai memperkosa anak orang,
melindungi para penjahat adalah tugas keseharian yang ku tunaikan dengan baik.
Semua orang membenciku, namun mereka tak sekuat rasa benci mereka untuk bisa
membunuhku.
Melaporkan aku ke
aparat penegak keamanan, laporan warga tak pernah membawaku ke kantor keamanan apalagi jeruji besi. Aku sangat kuat. Aku punya jurus penjinak
aparat keamanan.
Ada seorang komandan keamanan yang terlibat kasus pengrusakan hutan di desa Chimera. Pengrusakan hutan
dilakukan oleh PT. Omotoi, pemiliknya adalah sang komandan. PT. Omotoi,
dengan semangat pangkal kaya menjalankan tugas dengan baik menggunduli
hutan. Hutan yang dulu rimba kini bak
manusia tak mengenakan pakaian.
Aksi PT. Omotoi,
diprotes Lembaga Swadaya Masyarakat, dengan menyurati pemerintah di Jakarta untuk mematikan hasrat
PT. Omotoi, agar tak lagi menelanjangi
hutan, surat itu ditanggapi serius pemerintah di Jakarta. Pemerintah mengutus
orang kepercayaan untuk melihat lokasi yang diprotes Lembaga Swadaya
Masyarakat. Ketika investigator dari Jakarta tiba ke lokasi ternyata hutan itu
tak hanya ditelanjangi PT.Omotoi,
tanahnya pun tak bisa membuai tanaman warga.
Kedatangan investivagor
tak membawa sang komandan ke Jakarta agar bertanggung jawab atas
kerusakan hutan, hanya Sapri yang
berhasil dibawa ke Jakarta untuk diadili.
Sapri adalah salah satu karyawan kepercayaan PT. Omotoi.
Sapri tak
melibatkan sang komandan sebagai dalang dari pengundulan hutan. Aku dibayar
satu miliar untuk meletakan pistol di mulut Sapri agar tak menyebut nama sang
komandan. Akhirnya keterlibatan sang komandan tak diketahui penguasa di
Jakarta.
Semakin banyak penjahat berdinas seperti sang komandan menggunakan jasaku,
maka aku bebas melakukan apa saja yang
bisa aku lakukan, sebab aku menahan berkas-berkas kejahatan para komandan.
Warga Chimera menyebutku penjahat. Tapi hati kecilku berbisik akulah orang paling suci. Orang-orang sok suci saja yang bilang aku
penjahat. Orang-orang seperti sang komandan adalah klien-klien yang baik.
Mereka memberi kehidupan padaku dan keluarga. Bekerja sama denga PT.
Omotoi aku bisa membeli parfum untuk istri agar tetap wangi
agar aku lebih bernafsu ketika making love
dan bisa menyekolahkan anak ke luar negeri, dengan harapan anakku bisa lebih cerdas untuk menipu negeri ini
dengan beragam pengalaman dan teori yang ditemui di luar negeri.
Negeri ini penghormatan pada profesi seperti profesiku tak kalah
hormatnya dengan penghormtan pada penguasa. Walau di negeri ini secara dejure penguasa begitu dihormati namun
secara defakta penguasa begitu
menghormati orang-orang seperti aku. Penguasa membutuhkanku untuk melindungi
mereka dari beribu macam aturan yang dibuat sendiri dan aku butuh mereka agar
tetap bisa mengharumkan tubuh istriku dan mengirim anakku agar tak menahan
lapar di negara orang. Apa kata orang luar negeri bila anak aku mati kelaparan
sebab terlambat mendapat kiriman, sedangkan orang luar negeri tahu bahwa negeriku berlimpah harta. []
oleh : Rahmat R. Souwakil
Pegiat PILAS Institute