Random Posts

banner image

Kamis, 21 September 2017

Tuhan "Berpangku Tangan"


Judul Buku     : HENING
Penulis            : Shusaku Endo
Tahun Terbit : 2017
Penerbit         : Kompas Gramedia
ISBN                : 978-602-03-3717-3
Halaman         : 304 Hal; 20 cm



Ramainya perdagangan kain sutra di Timur menjadi pintu masuk misionaris untuk menyebarkan paham Kristus kepada orang Jepang, yang oleh Francis Xavier, Kristianitas dibawa masuk ke Jepang pada tahun 1549. Walapun baru setahun menginjakkan kaki di Jepang, misionaris ini sudah jatuh cinta pada penduduk Jepang. Dia menyebut penduduk jepang sebagai “pembawa suka cita di hatinya”. Dia menyurati gereja di Portugal bahwa “ orang yang kami jumpai sejauh ini adalah yang terbaik yang telah kami temukan, dan rasanya tidak pernah ada… bangsa lain yang menandingi bangsa Jepang” (hal.8).

Sikap ramah dan terbuka dari orang Jepang membuat dia berhasil mengkristenkan ratusan orang dan membuka semangat baru bagi para misonaris untuk berlayar masuk ke Jepang dengan niat menunaikan misi kerasulan.  Namun misi kerasulan oleh misionaris setelah Xavier dinodai oleh Christavao Ferreira yang kabarnya murtad dari Kristen karena dihukum oleh pemerintah Jepang.

Berita tersebut telah sampai kepada Gereja di Roma. Christovao Ferreira, yang dikirim ke Jepang oleh Serikat Yesus di Portugal, akhirnya menyerah dan menjadi murtad setelah mengalami hukuman penyiksaan di dalam “lubang” di Nagasaki. Ferreira selama ini merupakan sumber inspirasi bagi para imam serta ummat yang setia (hal.25).

Penangkapan terhadap misionaris di Jepang membuat pihak Gereja Roma enggan mengirim lagi misionaris ke Negara Matahari terbit itu. Namun di tengah ketakutan yang melanda Gereja, ada dua orang misionaris muda yang keras kepala ingin pergi ke Jepang untuk menunaikan niat kerasulan. Keinginan itu tentunya ditentang, namun mereka mengambil jalan pintas, pergi secara diam-diam.

Setelah melakukan perjalanan panjang, Sebastian Rodrigues dan Garpe tiba di desa Tomogi. Warga desa yang sudah Kristen menampung mereka di salah satu gudang yang ada di perbukitan. Gudang itu akan dijadikan tempat persebunyian dan sekaligus tempat untuk melakukan tugas misionaris.

Di desa Tomogi ini warga telah bersepakat untuk melaksanakan sakramen secara diam-diam karena jika diketahui oleh kerajaan maka nasib mereka berakhir buruk. Tidak hanya rumah, bahkan diri mereka akan dibakar jika tidak mau menyangkal iman. Agar bisa terus melakukan sakramen dengan aman maka dipilihlah beberapa orang yang bertanggung jawab. Di desa Tomogi dipilihlah seseorang yang sudah berumur untuk menjalanakan fungsi sebagai imam. “Jisama” adalah imam dalam bahasa  Jepang. Seorang Jisama mempunyai kekuasaan atau hak yang tinggi di desa mengenai agama terutama dalam tugas membaptis anak-anak kecil. Seorang Jisama dipilih karena dianggap sebagai orang yang bertanggungjawab dan dalam kehidupannya kesehariannya tanpa tindakan tercela (hal.61).

Ada juga “Tosama” yang berisi sekelompok anak muda yang dipercayakan untuk mengajar warga tentang Kristen dan memimpin warga dalam memanjatkan doa. Dan “Mideshi” yang dikenal sebagai penolong. Ketiganya memiliki tugas masing-masing untuk tetap menjaga iman warga dan menjaga agar warga tetap aman dalam menjalankan keimanan mereka tanpa diketahui oleh kerajaan (hal.62)

Desa Tomogi hanyalah desa kecil, terletak tidak jauh dari pusat pemerintahan di Nagasaki. Penduduk desa Tomogi memanfaatkan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan hari-hari. Mereka petani miskin yang mengais-ngais kehidupan dengan menanam kentang dan gandum di ladang-ladang yang hanya sepetak. Mereka tidak punya sawah. Kalau kalian melihat mereka menanami tanah di sini, sampai ke tengah-tengah gunung yang menghadap ke laut, kalian akan terperangah, bukan saja kerja keras mereka yang tidak kenal lelah, terutama oleh kejamnya kehidupan yang mereka warisi. Akan tetapi Nagasaki memungut pajak sangat tinggi dari mereka.

Aku mengatakan yang sebenarnya – sudah sejak lama para petani ini bekerja seperti kuda dan ternak; dan mereka mati seperti kuda dan ternak pula. Agama kita bisa menembus wilayah ini seperti air mengalir kedalam tanah yang kering, karena agama kita memberikan kepada orang ini kehangatan manusiawi yang sebelumnya tidak mereka kenal. Untuk pertama kalinya mereka bertemu dengan orang yang memperlakuan mereka sebagai manusia. Kebaikan dan kemurahan para pastorlah yang menyentuh hati mereka (hal.66).

Fereira lalu keluar dari desa Tomogi untuk pergi ke desa-desa lain yang sudah Kristen. Perjalananya bersama Kicjhiro tentu saja dilakukan secara diam-diam. Hal yang sama dia temukan seperti di Tomogi. Warga menjaga iman mereka secara diam-diam.

Namun aksi yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi itu tidak cukup. Fereira akhirnya ditangkap oleh pejabat Nagasaki. Kicjhiro adalah penyebabnya. Sudah lama dia mencurigai Kichiro dari cerita penduduk desa – dia pernah ditangkap dan dilepaskan karena diminta menyangkal keyakinan sebagai Kristen. Diminta menginjak gambar Maria dan meludahi patung Kristus. Dia melakukannya.

Ditangkap dan dipenjara, Rodrigues justeru diperlakukan seperti tamu bukan tawanan. Perlakukan itu terlalu istimewa, tidak seperti seorang tawanan pada umumnya.  Dia menaruh curiga bahwa ada upaya dari pejabat membiasakan tubuhnya menikmati kesenangan, dengan bagitu dia tidak akan tahan pada hukuman gantung dan akan menyangkal keyakinan. Kecurigaannya keliru. Hukuman gantung terbalik di goa yang membuat gurunya menyangkal iman tidak pernah dia terima, tetapi dia justeru dipertemuakan dengan gurunya. Keinginannnya selama perjalanan ke Jepang selain misi misionaris adalah bertemu sang guru. Pejabat Nagasaki seperti tahu apa keinginannya.

Terjadi dialog antara guru dan murid, di penjara dan bahkan ketika penduduk yang tertangkap di hukum gantung. Fereira meminta Rodrigues segara menyangkal imannya untuk melelamatkan penduduk desa, dia menolak dengan penuh kekecewaan dan terus mememnuhi kepalanya dengan pertanyaan tentang Fereira. 

“Baik. Berdoalah! Sementara itu, orang-orang Kristen di luar sana menanggung penderitaan maha hebat yang tidak bakal bisa kau mengerti. Sejak kemarin – untuk selanjutnya – dan pada saat ini. Mengapa mereka harus menderita seperti itu ? dan sementara semua ini berlangsung, kau tidak berbuat apa-apa untuk mereka, dan Tuhan juga tidak berbuat apa-apa” (hal.264).

Setelah murtad seperti gurunya, Rodrigues menetap di Jepang. Dia tinggal di salah satu rumah pemberian pejabat Nagasaki.  Setiap hari dia hanya bersandar di jendala sembari merenungkan kembali peristiwa lalu. Dia percaya bahwa pejabat Gereja di Roma dan Portugis sudah tahu bahwa dia telah mengikari imannya. Itu artinya dia telah dikeluarkan dari misi kepastoran. “Apa pentingnya semua itu. Bukan mereka yang bisa menilai hatiku, melainkan hanya Tuhan,” demikian dia suka bergumam, menggeleng-gelengkan kepala dan menggit bibirnya (hal. 271).

***
Shusaku Endo adalah novelis katolik pertama dari Jepang yang mengemukakan proses kristenitas di Jepang dengan begitu dahsyat. Dia berkesimpulan bahwa Kristen harus beradaptasi secara radikal kalau ingin menumbuhkan akar di “rawa-rawa” lumpur Jepang (hal. 7).

Bangsa-bangsa Eropa yang datang ke Jepang bersaing satu sama lain untuk bisa mengusai pasar dagang di jalur Sultra. agar bisa mengguasai pasar, Belanda memprovokasi  pemerintah Nagasaki, bahwa Portugis selain misi perdangan juga  sedang menyebarkan paham kristus. Jika masyarakat Nagasaki sudah mengikuti paham Kristus maka dengan mudah Portugis memonopoli perdagangan.

*** 
“Hening” bagi saya adalah upaya penulis untuk menunjukkan bahwa terjadi pemberontakan secara diam-diam dari penduduk Jepang. Pemberontakan yang dimaksud ialah penerimaan penduduk Nagasaki pada paham Kristus. Warga Menerima paham kristus karena paham Kristus hadir ditengah-tengah keterpurukan kemiskinan tanpa melihat status sosial dan selalu mengutamakan keadilan sesama.  Selain itu “hening” juga dapat dipahami sebagai pilihan “diam” oleh misionaris walaupun melihat banyak warga Nagasaki disiksa karena menerima paham kristus. Dengan demikian arti yang kedua adalah kritik terhadap penyebar agama yang selalu berkhotbah lantang tetapi diam ketika ada korupsi, penindasan and perampasan tanah. 


0 komentar:

Posting Komentar